My Liberation Notes 1: Orang yang Saya Suka Seutuhnya

Rima Nusantriani
4 min readSep 4, 2023

--

Orang-orang yang aku sukai sekali pun pasti punya sisi yang membuatku tak nyaman. Tidak ada orang yang benar-benar ku sukai seutuhnya. Apakah mungkin itu adalah alasan mengapa aku diam-diam menjadi muak? Mungkin saja itu adalah alasan mengapa aku selalu merasa sendiri dan terabaikan. Aku ingin coba menemukan orang yang seperti itu. Aku tidak akan terpengaruh sama sekali meski orang itu selalu berubah pikiran. Aku hanya ingin terus menyukainya. Itu lebih baik daripada menghadapi seseorang tanpa tujuan. Aku ingin menjalani hidup yang berbeda.

Begitulah opini Yeom Mi Jeong yang ditulis dalam buku hariannya dan yang dibagikan kepada teman sesama klubnya. Mi Jeong adalah tokoh utama dalam Drama Korea berjudul My Liberation Notes. Dia berusia 30 tahun, seorang pekerja kantoran di Seoul yang pada hari kerja harus menghabiskan waktu selama 3 jam untuk pulang-pergi dari kantor ke rumahnya yang berlokasi di pinggiran Seoul.

Sejujurnya, saya bukan penggemar Drama Korea, tapi entah kenapa drama ini sangat berhubungan erat dengan kehidupan saya. Hampir setiap dialognya adalah suara-suara hati terdalam saya yang seringnya tidak sanggup saya sampaikan bahkan kepada keluarga dan sahabat saya. Baru-baru ini, karena kehabisan tontonan, saya iseng menonton kembali My Liberation Notes. Tadinya niat awal saya menonton hanya untuk mengisi kebosanan, tapi ternyata saya menonton drama ini dengan sabar dan penuh penghayatan. Hingga di episode 5, saya tertegun karena catatan Mi Jeong.

Entah mungkin karena ini jalannya Semesta atau bagaimana, tapi tulisan Mi Jeong adalah topik yang sedang saya pikirkan belakangan ini. Saya menyadari, kalau saya tidak pernah benar-benar ‘menyatu’ dengan orang lain. Meski saya punya beberapa teman perempuan dan pernah berada dalam relasi romantis beberapa kali, saya baru memahami bahwa saya tidak seutuhnya menyukai orang lain, terutama orang yang sedang dekat dengan saya. Maksud saya jika orang lain masih berjarak dengan saya, rasa suka saya besar tanpa syarat. Tapi begitu saya buka garis pembatas dan mereka masuk, ada saja hal yang diam-diam saya kesalkan dalam hati, seperti kesal saat mereka berbicara atau bahkan kesal karena mereka duduk di dekat saya. Ini pun berlaku untuk semua mantan saya. Sesuka apapun saya sama mereka, pasti ada saja hari-hari di mana saya bisa kesal dengan mereka karena hal sepele.

Nah, ternyata saya memiliki masalah yang sama dengan Mi Jeong. Mi Jeong berkata dia diam-diam muak karena masih menemukan hal-hal yang tidak dia sukai dari orang lain bahkan sekalipun dari orang tuanya. Namun, untuk menyelesaikan masalah ini Mi Jeong bertekad untuk mencari orang yang benar-benar dia sukai secara utuh. Dia berniat menemukan orang yang akan dia terima sepenuh hati meski orang tersebut sering berubah pikiran.

Saya kagum dengan tekad Mi Jeong untuk mencari dan menemukan orang yang dia sukai seutuhnya. Maksud saya, Mi Jeong sangat berani. Mencari dan menemukan orang yang disukai bukanlah hal yang mudah. Butuh tekad besar untuk melakukan itu apalagi untuk menerima orang yang suka berubah pikiran. Saya pikir saya tidak sanggup melakukannya .

Saya akhirnya melakukan sedikit refleksi dan sejauh ini saya berkesimpulan bahwa saya memiliki metode yang agak bertele-tele dibandingkan dengan Mi Jeong dalam penyelesaian masalah ini. Alih-alih menemukan orang lain yang disukai secara utuh, saya menginginkan menyatu dengan diri saya dahulu. Saya menduga kuat bahwa alasan saya tidak pernah benar-benar bisa menyukai atau menyatu dengan orang lain jangan-jangan bukan karena saya belum menemukan orang yang tepat, tapi lebih karena saya belum menerima diri saya seutuhnya. Misalnya saya suka kesal pada diri saya yang gampang berkeringat, juga kesal pada nafsu makan saya yang tinggi dan belum mampu saya kontrol padahal saya harus menurunkan berat badan karena saya sudah overweight, terlebih kesal karena saya suka menyulitkan diri saya sendiri karena suka menunda, terlalu polos, dan sering membiarkan diri saya dimanfaatkan orang lain serta kekesalan dan ketidaksukaan saya akan diri saya yang lain yang masih seabrek. Jadi memang betul, kekesalan saya pada orang lain bersumber semata pada ketidaksukaan saya pada diri saya.

Dari sini saya berpikir lebih lanjut bahwa bisa jadi ini adalah alasan mendasar mengapa saya masih lajang atau belum berkeinginan menemukan orang yang saya sukai seperti Mi Jeong. Saya menyimpulkan bahwa saya memang (setidaknya hingga saat tulisan ini diterbitkan) belum berkapasitas memiliki partner dikarenakan saya masih belum belajar untuk menjadi lebih baik sehingga saya bisa menyatu dengan diri saya. Jadi sangat tidak mungkin saya menyatu dengan belahan jiwa saya jika saya pun belum menerima diri saya secara penuh.

Tentu saja saya tidak menyangkal betapa menyenangkan jika memiliki seseorang di samping yang selalu setia menemani. Tapi, jika pada akhirnya harus berakhir dengan perpisahan yang menyakitkan hanya karena tidak mampu menerima, buat apa? Jadi kesimpulannya, tunggu saya ya belahan jiwaku. Tunggu saya belajar menerima utuh diri sendiri, belajar menyayangi diri dengan tepat, belajar memperbaiki diri lebih baik baru kita bertemu ya? Sama seperti Mi Jeong yang ingin menjalani hidup yang berbeda, saya juga menginginkannya: hidup bersama kekasih jiwa dengan saling mendukung, menyayangi dan menerima dengan utuh karena telah lebih dahulu menerima diri sendiri.

--

--

Rima Nusantriani
Rima Nusantriani

Written by Rima Nusantriani

Art enthusiast. Lives in Kampung Yahim, Jayapura Regency

No responses yet